traveldraft

Likok Pulo, Gerak Tari dari Aceh

Dalam bahasa Aceh, ‘ likok ’ berarti ‘gerak tari’ sedangkan ‘ Pulo Aceh ’ berarti ‘Pulau Aceh’. Dengan demikian, Likok Pulo Aceh bisa diartikan sebagai ‘tarian yang berasal dari Pulau Aceh’ yakni sebuah pulau kecil yang berada di ujung sebelah Utara pulau Sumatra, yang juga biasa disebut Pulau Breuh atau Pulau Beras.

PublishedJanuary 11, 2013

byDgraft Outline

Tari Likok Pulo Aceh dibawakan secara massal (umumnya 12 orang), di mana para penarinya duduk bersimpuh dan berbanjar. Sepanjang membawakan tarian mereka tetap duduk dan gerakan demi gerakan yang mereka lakukan memfungsikan anggota tubuh bagian atas, yakni badan, tangan, dan kepala

Bersama-sama, para penari memainkan gerakan-gerakan yang khas; menarik ulurkan badan, lengan, dan kepala, membentuk berbagai formasi, dari mulai dengan tempo lambat hingga cepat.

Sebagaimana diungkapkan Burhan (1986; 128), Tari Likok Pulo Aceh, yang tidak diketahui penciptanya tersebut, memiliki sejumlah aturan atau pakem, yakni: Tari ini dimainkan dalam posisi duduk bersimpuh dan berbanjar,

Seorang penari uatama yang disebut syekh berada di tengah-tengah penari yang lain.,

Dua orang penabuh rapai (pemusik) berada di belakang atau sisi kiri/kanan penari.

Tari yang dikategorikan ke dalam jenis tari hiburan/pertunjukan tersebut, dalam tradisinya merupakan tari yang dipentaskan dalam prosesi tanam dan panen padi, serta dalam beberapa upacara lainnya.

Zaman dahulu, tari ini biasa di bawakan di lapangan terbuka, di mana para penari cukup duduk ber-alas-kan karpet di tanah. Dahulu, tarian ini hanya diperuntukan bagi laki-laki. Namun sekarang, kita bisa dengan menjumpai kaum perempuan membawakan tarian ini.

Sejarah Likok Pulo Aceh

Berdasarkan pada hasil penelitian, dapat dipastikan bahwa tari yang berasal dari desa Ulee Paya, Mukim Pulau Beras Selatan, Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar ini telah ada sebelum zaman kemerdekaan Republik Indonesia.

Tercatat juga bahwa tari ini sering dipergelarkan di Kabupaten Aceh Besar pada zaman Pemerintahan Belanda. Setelah sempat tak terdengar sejak tahun enam puluhan, tari ini dipergelarkan lagi pada 1977 dan 1978, dalam sejumlah kegiatan sosial yang ramai dihadiri orang.

Hingga saat ini, Tari Likok Pulo Aceh masih banyak dibawakan oleh warga Aceh, terutama muda-mudi.