traveldraft

Kompleks Percandian Batujaya di Karawang

Di daerah Batujaya terdapat lebih dari 20 buah reruntuhan bangunan bata yang tersebar di kawasan situs seluas 5 km2 yang merupakan lahan persawahan. Dari semua itu, baru beberapa saja di antaranya yang berhasil diteliti.

PublishedSeptember 20, 2015

byDgraft Outline

Kompleks Percandian Batujaya berada di daerah Batujaya. Terdapat lebih dari 20 buah reruntuhan bangunan bata yang tersebar di kawasan situs seluas 5 km2 yang merupakan lahan persawahan ini. Dari semua itu, baru beberapa saja di antaranya yang berhasil diteliti.

Berbeda dengan wilayah Pulau Jawa di bagian tengah dan timur, bagian barat Pulau Jawa memang tidak banyak diketemukan bangunan arkeologi berupa candi, kendati demikian pada awal abad ke-20, wilayah Jawa bagian barat ini dianugerahi penemuan hebat berupa kompleks candi di wilayah Karawang yang kuat dugaan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Yang lebih menarik lagi, candi-candi itu ternyata menggunakan batu bata merah sebagai konstruksi utamanya. Hal ini setidaknya mengugurkan pendapat yang menyatakan bahwa candi dengan bahan dasar batu merah hanya berasal dari abad ke-13.

Ada dua tempat yang menjadi wilayah sebaran candi di Karawang, yaitu di wilayah Cibuaya (pedes, Karawang) dan di Batujaya (Batujaya dan Pakisjaya, Karawang).

Kompleks percandian Cibuaya merupakan kompleks percandian Hindu yang terbuat dari bata, dan hingga kini telah ditemukan tujuh buah reruntuhannya. Diantara ketujuh reruntuhhan candi tersebut hanya ada dua yang tampak di permukaan berupa gundukan tanah yang meninggi ( lěmah duwur ).

Sementara di daerah Batujaya, candi-candi itu tertimbun oleh unur (gundukan tanah di area pesawahan) yang di dalamnya terdapat struktur bata. Seluruh reruntuhan bangunan tersebut sudah tertimbun tanah dan sebagian masih tampak berbentuk gundukan seperti bukit bukit kecil dengan ketinggian sekitar 5-100 meter.

Gundukan tanah berupa bukit-bukit kecil yang mengandung sisa-sisa atau reruntuhan bangunan candi bata seperti yang terdapat di Batujaya ( unur ) dan di Cibuaya ( lěmah duwur ) terdapat pula di Muarajambi di tepi Batanghari. Gundukan tanah berupa bukit-bukit kecil seperti itu di Muarajambi dinamakan menapo.

Kemungkinan masih ada bangunan candi lainnya di Batujaya yang belum terungkap. Di antara banyaknya bangunan yang diduga merupakan konstruksi candi, hal yang menarik, hampir semua menghadap ke arah yang sama, 50 derajat dari utara.

Sebelumnya tidak pernah ada pemberitaan tentang kawasan di situs arkeologi Percandian Batujaya ini walaupun penduduk setemapt telah lama mengenal keberadaan unur-unur tersebut. Beberapa unur telah digali secara intensif dan didapatkan struktur bata, ada yang berupa candi, ada yang berupa kolam.

Dari sekitar 20 sisa bangunan bata yang terdapat di kawasan situs Percandian Batujaya telah diteliti sejak tahun 1985 hingga kini, dapat diidentifikasikan sedikitnya 16 berupa sisa bangunan candi, dan 3 bangunan yang diperkirakan merupakan bangunan profan.

Selain dari situs-situs yang memiliki kedua puluh sisa bangunan tersebut masih terdapat dua situs yang tidak ada sisa bangunan candi, 6 situs yang belum digali, dan sejumlah situs lainnya lagi yang sudah menjadi hunian penduduk.

Salah satu candi yang sudah dipugar adalah candi Jiwa.Candi ini hanya tinggal bagian kaki saja yang dindingnya antara lain berpelipit setengah lingkaran. Bagian permukaan atas batu ini bergelombang pada keempat sisinya, mungkin menggambarkan bunga padma. Di bagian tengah permukaan ini membentuk lingkaran, mungkin merupakan dasar stupa, jika diperkirakan ini benar, tentunya candi ini berlatar agama Buddha.

Unur lain yang tela digali adalah unur Balandongan. Di unur ini ditemukan juga candi berdenah bujur sangkar, berukuran 2,46 x 24,6 m. pada keempat sisinya terdapat tangga. Sangat menarik bahwa di beberapa tempat pada candi Blandongan ini ada sisa-sisa wajralepa (pelapis dari bahan kapur/ stucco ).

Kompleks Percandian Batujaya sebelumnya digunakan sebagai areal persawahan oleh penduduk, dan beberapa telah menjadi wilayah pemukiman. Hingga tahun 2007, sebagian besar bangunan purbakala yang berada di lokasi tersebut masih tertimbun tanah yang disebut ‘unur’ HIngga sekarang, beberapa Candi yang ada di Batujaya ini sudah mendapat perhatian, kendati demikian, penelitian dan pengkajian kesejarahannya masih terus dilakukan.

Table of contents

Open Table of contents

Siapa yang membangun Candi-Candi Di Karawang?

Kapan dan siapa pendiri kompleks Percandian Batujaya ini, belum begitu jelas. Para Arkeolog banyak yang menduga bahwa kompleks candi itu kemungkinan dibangun oleh penguasa Kerajaan Tarumanagara, kurang lebih pada abad ke-6 Masehi.

Akan tetapi, karena rekonstruksi bangunanan candi yang terbuat dari batu bata, untuk merekonstruksi candi-candinya terkadang menemui kesulitan. Upaya para arkeolog untuk menemukan jawaban.

Analisis C14 dari sampel arang yang ditemukan di beberapa lapisan stratigrafi di candi Blandongan menunjukan pertanggalan dari abad 2 hingga abad ke-7 Masehi. Dari unur yang lain, yaitu unur Lempeng, kecuali ditemukan struktur bata juga ditemukan fragmen rangka manusia di bawah struktur bata.

Analisis terhadap sampel rangka tersebut menujukan jenis ras Mongoloid dan pertanggalan abad I Sebelum Masehi sampai abad ke-5 Masehi. Jadi, mungkin berasal dari komunitas sebelum masa percandian Batujaya.

Dari temuan arkeologis ini dapat diperkirakan perkembangan kerajaan Tarumanagara terus berlanjut pada abad-abad sesudah abad ke5 Masehi, terbukti dari adanya percandian Cibuaya dan Batujaya. Kompleks Percandian Batujaya dan Cibuaya merupakan bangunan candi tertua yang ada di Tanah Jawa.

Nama Batujaya sendiri diambil dari nama kecamatan tempat candi ini diketemukan yang meliputi dua desa, yaitu Desa Segaran dan Desa Telagajaya, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang. Jaraknya kurang lebih 9 kilometer dari Kota Karawang.

Percandian Batujaya, Dari Batu Bata

Hingga kini masih ada anggapan bahwa candi yang terbuat dari bata umumnya berasal dari masa yang relatif muda dalam sejarah percandian di Indonesia. Diduga bahwa bangunan percandian di daerah pantai utara Karawang ini berkaitan dengan masa perkembangan Kerajaan Tarumanagara, abad ke-5 sampai abad ke-7. Untuk memberikan kepastian tentang hal ini perlu pengkajian lebih lanjut.

Hasil sementara yang telah diperoleh dari penelitian di kawasan situs Percandian Batujaya dalam kurun waktu selama lebih-kurang 20 tahun telah menunjukan berapa pentingnya kedudukan kompleks percandian di kawasan situs Batujaya ini ditinjau dari sudut perkembangan arkeologi dan sejarah, khususnya sejarah kebudayaan Indonesia.

Seperti diketahui, bangunan-bangunan candi yang terbuat dari bata di Jawa Barat hampir tidak pernah ditemukan di tempat lain, kecuali di kawasan situs Percandian Batujaya dan Cibuaya di daerah Karawang.

Selain itu, dari segi teknologi perbuatannya bata-bata candi dari kawasan ini memperlihatkan campuran ( temper ) dengan kulit padi atau sekam. Mungkin hal ini dapat dijadikan petunjuk untuk penelitian lebih lanjut mengenai awal kehadiran masyarakat agraris di Jawa Barat, khususnya mengenai sistem persawahannya.

Penelitian di kawasan situs Percandian Batujaya ini sampai sekarang belum selesai, dan masih berlangsung, oleh karenanya masih banyak permasalahan yang belum dapat diungkapkan dan dijelaskan dengan tuntas.

Temuan Lain di Situs Percandian Batujaya

Temuan lain yang sangat menarik dari candi Blandongan adalah tablet tanah liat berelief Buddha. Tablet-tablet ini ditemukan di bawah tangga.Berbeda dengan tablet materai tanah liat lain yang ditemukan di Indonesia, seperti yang ditemukan di Borobudur, bali, dan Banyuwangi, tablet berelief dari Blandongan tidak berbentuk bulat, tetapi berbentuk segi empat, ujungnya membulat.

Tablet berelief dengan bentuk yang hampir sama dengan tablet Blandongan ditemukan juga di Phattallung (Thailand) yang berasal dari abad V Masehi. Tablet tanah liat dari situs lain (Borobudur, Pejeng, dsb) berinskripsi mantra Buddhisme dalam huruf Pra-Nagari. Beberapa tablet dari Blandongan ada yang bergores seperti tulisan, tetapi belum terbaca.

Dari beberapa runtuhan candi si kawasan situs Percandian Batujaya telah diperoleh sejumlah temuan penting, di antaranya inskripsi-inskripsi pendek berisi ayat-ayat suci agama Buddha yang digoreskan pada tiga lempengan emas dan sebuah lempengan terakota dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.

Tentang Stucco

Di samping itu hampir di semua reruntuhan bangunan candi ditemukan bukti-bukti penggunaan stuko ( stucco ), yaitu adukan kapur ( lime plaster ) yang digunakan sebagai lepa dan ornamen, bahkan digunakan pula sebagai bahan pembuatan relief dan arca-arca kecil ( stucco figurines ).

Istilah “stuko” ( stucco ) dalam penelitian arkeologi di Batujaya mulai digunakan pada tahun 1989, yaitu ketika stuko ini ditemukan untuk pertama kalinya dalam ekskavasi di Candi Telaga V, sebagai lepa yang menutupi permukaan bata pada kaki candi.

Pada penelitian di Candi Telagajaya I-C pada tahun 1999, diketahui ternyata stuko ini tidak hanya digunakan sebagai lepa, tetapi juga digunakan dalam pembuatan ornamen, relief dan arca-arca kecil. Di dalam kita Manasara, stuko ini disebut sudhā.

Candi Lainnya di Wilayah Jawa bagian barat

Selain di wilayah karawang, di Cibuaya (pedes, Karawang) dan Batujaya (Batujaya dan Pakisjaya, Karawang), tinggalan pada masa lalu yang berupa candi di wilayah jawa Barat juga terdapat di beberapa tempat seperti di Cangkuang (Leles, Garut), Binangun (Pamarican, Ciamis), Pananjung (Pangandaran, Ciamis), dan di Bojongmenje (Rancaekek, Bandung).

Di samping temuan candi, tidak sedikit peninggalan berupa arca, prasasti, dan artefak lainnya dari masa klasik telah ditemukan di berbagai tempat di wilayah Jawa barat

Candi Cangkuang merupakan sebuah candi Hindu yang terbuat dari batu andesit, dan diperkirakan berasal dari masa sekitar abad ke-7 dan ke-8. Candi ini ditemukan pada tahun 1966 dan sekarang telah dipugar kembali dri sisa reruntuhannya. Berdenah bujur sangkar dengan kaki berukuran 4,50 x 4,50m, dan tinggi keseluruhan candi ini 8,50 m. Dari situs Candi ini ditemukan pula arca Śiwa, Durgā-Mahisāsuramardinī, dan arca Ganeśa.

Candi Binangun merupakan sisa sebuah candi Hindu, terletak di situs Ronggeng, kampong Sukamaju, Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican. Ditemukan pada tahun 1958, dan baru pada tahun 1983 situs ini di-ekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Di situs ini selain ditemukan runtuhan bangunan candi ditemukan pula dua buah arca nandi dan sebuah yoni.Runtuhan candi di situs ini sudah sedemikian rusak sehingga tidak dapat diketahui lagi bentuk dan ukurannya.

Candi Pananjung terletak di wilayah Taman Nasional Pananjung, dekat Pangandaran, Ciamis. Di situs Pananjung sejak tahun 1891 telah diketahui adanya temuan-temuan arkeologi berupa sebuah arca nandi, yoni, dan tiga buah lingga.

Karena arca nandi ituhlah situs Pananjung ini oleh masyarakat setempat dikenal pula sebagai situs Batu Kalde karena arca nandi tersebut dikira arca kalde (keledai). Pada tahun 1984-1987 situs Pananjung diekskavasi oleh Pusat Arkeologi Nasional.

Candi Bojongmenje baru ditemukan pada tahun 2002 berupa sisa bagian bawah kaki candi berukuran 6,40 x 6,80 m yang terbuat dari batu bata. Candi ini belum diketahui dengan pasti latar keagamaan dan arah hadapnya. Berdasarkan bentuk susunan perbingkainya diduga Candi Bojongmenje berasal dari masa sekitar abad ke-7 Masehi.