Gelgel saat ini adalah nama sebuah desa yang terletak di kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari Desa Samprangan, jarak 17 km.
Awal mula lahir kerajaan Gelgel adalah ketidakmampuan Raden Agra Samprangan menjadi raja di daerah Samprangan. Saat itu, Raden Samprangan digantikan oleh Dalem Ketut Ngulesir. Atas inisiatif Dalem Ketut Ngulesir, pusat pemerintahan dipindahkan ke Gelgel.
Kerajaan Gelgel mulai berjalan pada masa kepemimpinan Dalem Ketut Ngulesir yang merupakan raja pertama kerajaan Gelgel. Menurut sumber-sumber tradisional, raja Dalem Ketut Ngulesir dikenal sebagai raja yang mempunyai paras tampan termasuk memiliki tanda khusus (cawiri) berupa tahi lalat pada paha kanan. Rupa raja Dalem Ketut Ngulesir yang tampan menjadi simbol kecakapan beliau di dalam memimpin rakyat Gelgel dan Bali.
Raja kedua kerajaan Gelgel adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Saat Dalem Watu Renggong memimpin kerajaan Gelgel, kondisi kerajaan sedang dalam kondisi stabil beserta warisan kerajaan yang maju. Kondisi tersebut membuat kepemimpinan Dalem Watu Renggong mengembangkan kerajaan Gelgel agar menjadi makmur.
Pada masa kepemimpinan Dalem Watu Renggong, kerajaan Gelgel mencapai puncak kejayaan. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung (1550—1580), sedangkan raja terakhir dari zaman Gelgel adalah Dalem Di Made (1605—1686). Dalam bingkai sejarah, kerajaan Gelgel meyakini bahwa kerajaan tersebut adalah penerus kerajaan Majapahit.
Kemampuan raja Dalem Watu Renggong dalam mempimpin kerajaan Gelgel membuat kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaan dan keemasan. Salah satu bukti puncak kejayaan kerajaan Gelgel pada masa tersebut adalah kebudayaan masyarakat/sosiokultul Bali.
Selain itu, Dalem Watu Renggong memperluas wilayah kerajaan Gelgel yang sampai ke wilayah Sasak (lombok), Sumbawa, Balmbangan dan Puger. Dalem Watu Renggong merupakan raja yang sangat ditakuti oleh raja Pasuruan dan Raja Mataram.
Pasca raja Dalem Watu Renggong meninggal, kerajaan Gelgel mempunyai pemimpin yaitu Dalam Bekung sebagai raja Gelgel. Pada masa ini kondisi kerajaan Gelgel berada dalam kesuraman kerajaan Gelgel. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah kepemimpinan Dalam Bekung yang tidak kuat.
Dalam masa ini, banyak kerajaan Gelgel diluar Bali sau persatu melepaskan diri. Selain itu, terjadi pemberontakan di dalam kerajaan yang dilakukan oleh Gusti Batan Jeruk. Pemberontakan tersebut mampu diredam.
Pada masa selanjutnya Dalem Segening yang merupakan raja Gelgel menggantikan Dalem Bekung membuat kerajaan sedikit lebih maju dengan wilayah kekuasaan yang bertambah dengan kerajaan-kerajaan yang dulu berpisah kembali bergabung.
Setelah masa pemerintahan Dalem Segening berakhir, akhirnya Gelgel diperintah oleh Dalem Di Made sekaligus sebagai raja terakhir masa kerajaan Gelgel. Saat-saat damai yang pernah dirintis oleh Dalem Segening tidak dapat dipertahankan oleh Dalem Di Made.
Hal ini disebabkan karena Dalem Di MAde terlalu memberikan kepercayaan yang berlebihan kepada pengabihnya I Gusti Agung Maruti. Hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh I Gusti Agung MAruti untuk menggulingkan pemerintahan Dalem Di Made. Usaha ini ternyata berhasil.
Dalem Di Made beserta putra-putranya menyelamatkan diri ke desa Guliang beserta 300 orang yang masih setia. Di sini Dalem Di Made mendirikan keraton baru.
Hampir selama 35 tahun Gelgel mengalami kevakuman karena Dalem Di Made telah mengungsi ke Guliang (Gianyar). Sementara Maruti menguasai Gelgel. Hal ini justru membuat Bali terpecah-pecah yang mengakibatkan beberapa kerajaan bagian seperti Den Bukit, Mengwi, Gianyar, Badung, Tabanan, Payangan dan Bangli ikut menyatakan diri merdeka keadaan ini diperparah dengan wafatnya Dalem Di Made di keraton Guliang.
Dengan wafatnya Dalem Di Made, membuat para pembesar kerajaan menjadi tergugah untuk mengembalikan kerajaan kepada dinasti Kepakisan. Hal ini dipelopori oleh tiga orang pejabat keraton Panji Sakti, Ki Bagus Sidemen, dan Jambe Pile, mereka akhirnya menyusun strategi unuk menyerang Maruti yang berkuasa di Gelgel.
Penyerangan dilakukan dari tiga arah secara serentak yang membuat Maruti dan pengikutnya tidak sanggup mempertahankan Gelgel. Maruti berhasil melarikan diri ke Jimbaran kemudian memilih memukim di Alas Rangkan.